Shalat Tahajud = Sholat Tarawih?



Pertanyaan:

Assalamu‘alaikum Wr.Wb,
Ustadz, samakah sholat tarawih pada bulan ramadhan dengan sholat tahajud, sehingga kita tak perlu sholat tahajud ketika bangun tengah malam pada bulan ramadhan?

Terimakasih atas jawabannya Ustadz
Wassalamu‘alaikum WW



Hamba Allah

Jawaban:

Shalat tarawih dikenal sebagai shalat yang dilakukan pada malam bulan Ramadhan. Dahulu Rasulullah SAW pernah melakukannya di masjid bersama dengan beberapa shahabat. Namun pada malam berikutnya, jumlah mereka menjadi bertambah banyak. Dan semakin bertambah lagi pada malam berikutnya.

Sehingga kemudian Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak melakukannya di masjid bersama para shahabat.
Alasan yang dikemukakan saat itu adalah takut shalat tarawih itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka shalat sendiri-sendiri.

Hingga datang masa kekhalifahan Umar bin Khattab yang menghidupkan lagi sunnah Nabi tersebut serayas mengomentari,?Ini adalah sebaik-baik bid‘ah?. Maksudnya bid‘ah secara bahasa yatiu sesuai yang tadinya tidak ada lalu diadakan kembali.

Semenjak itu, umat Islam hingga hari ini melakukan shalat yang dikenal dengan sebutan shalat tarawih secara berjamaah di masjid pada malam Ramadhan.

Adapun tahajjud atau qiamullail, adalah shalat yang biasa dilakukan Rasulullah SAW baik di malam Ramadhan atau diluar Ramadhan. Dan shalat itu bukan shalat Tarawih itu sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa pada malam Ramadhan, Rasulullah SAW shalat tarawih di awal malam ba‘da isya‘ lalu tidur dan pada akhir malam beliau melakukan shalat tahajjud/lail hingga sahur.

Nampaknya hal itu pula yang hingga kini dilakukan oleh sebagian uamt Islam di berbagai belahan dunia.
Wallahu a‘lam bis-shawab.

Sholat Lail

Pertanyaan:

As salaamu‘alaykum

Ustadz, kalau misalnya sesudah Isya‘ lalu tertidur lalu waktu bangun sudah mau subuh, mana yang sebaiknya didulukan, sholat lail atau langsung witir? Apakah sholat lail harus diakhiri witir, walaupun perkiraan waktu saat melakukan witir itu sudah masuk subuh? Adakah sholat witir 1 rokaat saja? Terima kasih atas bantuannya.

Wassalaam



Ummu Abdurrahmaan

Jawaban:

Shalat witir adalah shalat paling akhir dari shalat malam. Jadi bila waktunya hampir habis karena sudah menjelang subuh, maka yang dikerjakan adalah shalat witirnya. Dan sesengguhnya shalat witir teramasuk shalat lail juga.

Sedangkan jumlah rakaatnya paling sedikit adalah satu rakaat. Boleh pula 3 rakaat atau 5 atau 7 atau 9 dan seterusnya. Yang penting bilangannya ganjil. Karena witir itu artinya ganjil.

Bila waktunya sudah mepet sekali, maka shalat witir cukup satu rakaat saja.
Wallahu a‘lam bis-shawab.

Qunut Witir Pada Ramadhan



Pertanyaan:

Bapak Ustadz, apa dasar hukumnya (Al-qur‘an/Hadist?)yang menjadi rujukan melakukan qunut nazillah pada rakaat ketiga sholat witir pada hari 15 s/d 30 ramadhan, dan apakah ini dicontohkan oleh rasulullah, atau tidak dan apakah ini termasuk bid‘ah. demikian terima kasih

ade
Jawaban:

Ikhtilaf di kalangan umat berdasarkan ikhtilaf di kalangan fuqoha. Seandainya ada dalil yang qath‘i dan sharih dari Rasulullah SAW tentang duduk permasalahan qunut pada akhir shalat witir mulai malam 16 s/d akhir Ramadhan, maka tidak perlu adanya ikhtilaf.

Justru karena tidak didapat dalil yang qathi‘ dan sharih tentang hal ini, maka para ulama berbeda pendapat. Namun secara prinsip, semuanya mengejar untuk dapat shalat semirip mungkin dengan shalat Nabi. Tidak ada seorang pun dari para fuqoha yang merekayasa sendiri tata aturan ibadah semaunya, semua mencari cara ibadah yang paling sesuai dengan sunnah.

Namun karena beragamnya dalil yang tersedia dan tidak qath‘i itulah maka timbul perbedaan pendapat dalam mengambil kesimpulan.

Dalam dunia fiqih, perbedaan dalam hal ini berkisar pada beberapa pandangan yang kesemuanya beranggapan itulah yang paling sesuai dengan sunnah.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa qunut adalah sunnah dalam shalat witir. Sedangkan Imam Malik berpendapat sebaliknya. Lain halnya dengan Imam As-Syafi‘i, beliau menganggap sunnah qunut itu pada separo akhir dari ramadhan. Bahkan ada yang berpandapat bahwa qunut itu selama ramadhan.

Mengapa mereka berbeda pendapat? Karena semua memiliki dalil yang menurut mereka paling kuat dan semua bersumber dari Rasulullah SAW. Karena itu tidak layak bila kita saling menyalahkan dan merendahkan pendapat masing-masing mazhab, karena semua memiliki dalil yang kuat.

Namun untuk lebih tepatnya, qunut ini adalah qunut khusus untuk shalat witir dan bukan qunut nazilah. Karena qunut nazilah punya tempat dan ketentuan tersendiri dalam fiqih. Begitu juga dengan tanggal mulainya, bukan tanggal 15 tapi 16. Karena setengah akhir ramadhan itu mulai malam tanggal 16 Ramadhan.

Wallahu a‘lam bis-shawab.

Sholat Menghadap Timur

Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr Wb
Sebagai mana kita ketahui bahwasanya sholat itu menghadap ke arah kiblat, dan karena kita bertempat di negara indonesia maka arah kiblat menurut geografisnya adalah arah barat. Pertanyaan saya boleh kah kita sholat menghadap ke timur, dengan asumsi bumi itu bulat, maka kalau kita menghadap ke timur juga nantinya akan sampai(menuju) kearah kiblat?. Kalau tidak boleh karena jarak antara barat dan timur lebih dekat ke arah barat, bagaimana kalau kita pas di tengah-tengah nya (jarak mekkah baik dari arah timur maupun barat sama).

Wassalam

ade

Jawaban:

Pertanyaan anda sepertinya belum pernah ditanyakan orang disini. Meski kami husnuzzon bahwa ini bukan mengada-ada. Tetapi semata-mata ingin mendapatkan pemahaman yang lebih jauh.

Dahulu memang belum diketahui bahwa bumi itu bulat sehingga bila kita berjalan terus ke suatu arah, maka kita akan tiba lagi di temapt kita sebelumnya.

Berkaitan dengan masalah menghadap kiblat, maka yang dijadikan patokan adalah jarak terdekatnya dan bukan jarak terjauhnya. Karena itu bila anda bisa menentukan sebuah titik dibalik bumi (mekkah) yang jaraknya ke Mekkah adalah sama baik lewat Barat atau lewat Timur, maka anda silahkan memilih sesuka hati untuk menghadap kemana. Ini seperti anda shalat di dalam ka‘bah. Silahkan menghadap kemana saja. Karena anda berada dalam ka‘bah.

Tapi kai takut jangan-jangan setelah ini anda bertanya tentang shalat di bulan, menghadap kiblatnya kemana? Jawabnya ya ke kiblat dong.

Wallahu a‘lam bis-shawab.

Sholat dalam Posisi Duduk

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb
Pak Ustadz saya mengulang pertanyaan saya yang belum terjawab: bolehkah saya sholat dengan posisi duduk pada waktu sujud karena saya ragu thd kesucian lantai di tempat saya bekerja? Di tempat saya bekerja tidak ada ruang khusus yang bisa di gunakan buat sholaat, hanya di ruang ganti di depan toilet, maka saya sholat dengan posisi tersebut. Apakah di perbolehkan? Sedangkan saya sehat walafiat? Dan saya sering meninggalkan sholat Jumat, saya merasa bersalah tapi saya tidak tahu harus bagaiamana karena pekerjaan saya ini. Bagaimaanakah ini? Dan berapa kali sebenarnya kita bisa meninggalkan sholat Jumat? Bisakah hal tersebut saya ganti dengan sholat duhur? Terima kasih pak Ustadz.
Wassalam wr wb



Akhwan Ft

Jawaban:

Shalat adalah rangkaian gerakan tertentu serta bacaannya yang telah diatur dalam fiqih. Diantara gerakan itu adalah sujud yang juga merupakan rukun shalat. Bila salah satu rukun ini tidak terlaksana dalam kondisi normal, maka shalat itu tidak syah. Sebaliknya, dalam kondisi darurat seperti sakit, maka bolehlah tidak menyempurnakannya cukup dengan isyarat.

Permasalahannya, alasan yang anda kemukakan bukan termasuk alasan yang bisa diterima secara fiqih. Karena bukan uzur syar‘i seperti sakit dan lainnya. Tetapi alasannnya takut kotor tempatnya.

Sebelumnya anda perlu bedakan antara kotor dengan najis. Yang menjadi syarat sahnya shalat adalah suci dari najis baik pada badan, pakaian atau tempat shalat. Sedangkan debu, pasir, kotoran dan lainnya tidak termasuk najis. Bahkan pasir, debu dan tanah kita gunakan untuk tayammum. Karena itu bila yang anda maksud dengan tempat yang tidak suci adalah memang benar ada najis yang secara zahir nampak, maka tidak boleh sholat disitu.

Namun bila cuma debu dan kotoran biasa dan secara fisik tidak nampak seperti najis, maka tidak ada alasan untuk tidak shalat dan menggunakannya untuk sujud.

Berkaitan dengan shalat Jumat, hukumnya adalah wjib bagi muslim, laki-laki, sehat dan tidak dalam kondisi bepergian. Kewajiban ini tidak bisa diganti dengan shalat zuhur tanpa alasan yang benar seperti karena tidak ada waktu atau sibuk dan lainnya.

Shalat Jumat bisa diganti dengan shalat zuhur bila anda sedang bepergian atau sakit.

Wallahu a‘lam bis-shawab.

Sujud Sahwi



Pertanyaan:

Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh

1. Saya minta tolong bacaan sujud sahwi
2. Dan berapa rakaat shalat sunnat dhuha dan apa do‘anya.
Terima kasih

ade

Jawaban:

1. Sampai saat ini kami belum menemukan riwayat yang shahih dari Rasulullah SAW tentang bacaan yang khusus diucapkan saat sujud sahwi.

Sedangkan lafaz ?subhana man laa yanamu wa la yashu? hanya terdapat pada kitab tulisan Ibnu Nawawi Al-Jawi yang bernama Nihayatuz Zain pada juz 1 halaman 81 dan kitab Hasyiah At-Tahawiyah ‘Ala Maraqil Falah karya At-Tahawi Al-Hanafi juz 1 halaman 298.

Namun sayangnya, kedua kitab itu tidak mencantumkan dalil apakah lafaz itu dari perbuatan Rasulullah SAW atau bukan.

2. Shalat Dhuha
Shalat dhuha‘ adalah salah satu shalat sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan sebagai shalat tambahan.

Jumlah rakaat shalat dhuha tidak dibatasi jumlahnya, sedangkan paling sedikit adalah dua rakaat. Namun ada juga yang berpendapat bahwa bilangan rakaatnya delapan dan dua belas. Semua pendapat itu berdasarkan dalil yang berbda-beda, diantaranya kami kutipkan dari Fiqih Sunnah Dr. Sayyid Sabiq bab Shalat Dhuha:

Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat. (HR Abu Daud)

Dari Aisyah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 4 rakat dan menambahi sesuai dengan keinginannya. HR Ahmad Muslim dan Ibnu Majah

Said bin Manshur mengeluarkan dari al-Hasan bahwa dia ditanya,?Apakah para shahabat Nabi melakukan shalat dhuha??. Ya, mereka melakukannya ? ada yang mengerjakan 2 rakaat, ada yang 4 rakaat, ada yang shalat terus hingga tengah hari.

Dari Ibrahim an-Nakha‘i bahwa seseroang bertanya kepada Al-Aswan bin Yazid,?Berapa rakaat saya shalat dhuha‘?. Dijawab,?terserah berapa saja?.

Waktu

Sedangkan untuk shalat dhuha‘ adalah waktu dhuha‘ sesuai dengan namanya. Dan batasannya adalah mulai matahari sebatas tombak dan berakhir ketika tergelincirnya di cakrawala (tengah hari).

Dalilnya adalah sbb:
Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,?Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari). HR Ahmad Muslim dan Tirmizy.

Jamak Qashar

Pertanyaan:

Assalamu‘alaikum wr wb. Bolehkah melakukan Jamak/qashar saat sebelum berangkat bepergian dengan pertimbangan perjalanan yang akan ditempuh jauh dan waktunya lama melewati waktu shalat berikutnya.

Slemanay

Jawaban:

Seorang musafir mendapatkan rukhsoh dari Allah SWT dalam pelaksanaan shalat. Rukhsoh tersebut adalah: Mengqashar shalat yang bilangannya empat rakaat menjadi dua, menjama? shalat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan ?Isya, shalat di atas kendaraan, tayammum dengan debu/tanah pengganti wudhu dalam kondisi tidak mendapatkan air dan lain-lain.

Mengqashar shalat adalah mengurangi shalat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat, yaitu pada shalat zhuhur, Ashar dan ?Isya.

Untuk dapat mengerjakan jama‘ dan qashar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Yaitu:

1. Niat Safar
2. Memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd (88, 656 km )
3. Keluar dari kota tempat tinggalnya
4. Shafar yang dilakukan bukan safar maksiat

Dengan demikian, maka para ulama mensyaratkan bahwa shalat jama‘ dan qashar itu baru bisa dikerjakan bila telah melakukan perjalanan walu belum mencapai jarak itu.

Sebagian lagi memberi batasan asal sudah keluar rumah. Yang lain mengatakan apabila telah keluar dari batas kota. Dalam hal ini memang banyak pendapat yang berbeda.

Karena itu untuk keluar dari khilaf, paling tidak lalkukanlah setelah keluar batas kota, tau minimal bila telah keluar dari rumah. Karena bila melakukannya dalam rumah, jelas belum masuk dalam kategori safar

Wallahu a‘lam bis-shawab.

Doa Waktu Sujud



 Pertanyaan:

Asalaamu ‘alaikum wr. Wb.
Lansung aja ya ustadz. Ana pernah dengar dalil bahw sedekat-dekat hamba dengan Tuhannya adalah pada waktu sujud, yang saya tanyakan bolehkah saya berdoa pada waktu sujud setelah membaca bacaan sujud dan bolehkah bacaan do‘a tersebut dengan bahasa indonesia sesuai keinginan dan cita-cita ana, terima kasih
Wassalaamu ‘alikum wr. Wb.
ade

Jawaban:

Berkaitan dengan lafaz doa dalam sujud, para ulama berbeda pendapat, apakah lafaznya harus dari ayat-ayat Al-Quran atau boleh ?karangan? sendiri? .

Imam Abu Hanifah mensyaratkan lafaz itu harus berasal dari ayat-ayat Al-Quran. Sedangkan Imam Malik dan Imam As-Syafi‘i berpendapat bahwa lafaz doanya boleh dari selain Al-Quran.

Namun apakah boleh dengan bahasa masing-masing? Bila mengacu pada sakralisme shalat, cenderung tidak dibenarkan. Kalaupun membuat redaksi sendiri, maka harus dengan bahasa arab yang benar dan lafaz doa itu sendiri harus senafas dengan tertib dan aturan doa. Jadi tidak boleh dalam berdoa kita malah berpuisi atau bersajak semau kita.


Sedangkan dalil yang mememrintahkan kita berdoa dalam sujud adalah sbb:

Dari Ali bahwa Rasulullah SAW bersabda,?Dalam ruku‘ agungkanlah Rabbmu, sedangkan dalam sujud maka bersungguh-sungguhlah untuk berdoa?. Hadits Shahih

Namun bacan yang utama dalam sujud telah dibakukan. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi‘i, lafaz itu yaitu ?subhana Rabbila Azhim?
(3x) untuk ruku‘ dan ?subhana rabbial a‘la? (3x) untuk sujud. Menurut pendapat mereka, tidak boleh membaca selain ini karena bacaan untuk ruku‘ dan sujud atau tauqifi, yaitu sudah merupakan ketetapan yang baku.

Pendapat mereka di dasarkan pada dalil hadits yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin Amir.

?Beliau berkata,?Ketika turun ayat (Fasabbih bismi rabbikal ‘azhim), Rasulullah SAW berkata kepada kami,?Jadikanlah ayat itu bacaan dalam ruku‘mu. Dan ketika turun ayat (Sabbihisma rabbikal a‘laa) beliau berkata,?Jadikanlah ayat itu bacaan dalam sujudmu?.
(HR Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Hakim, al-Baihaqi, Ad-Darimiy)

Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa lafaz untuk ruku‘ dan sujud tidak ada lafaz yang baku. Sebagaimana pengertian dalil yang dipahami beliau.

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda,?Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Quran dalam ruku‘ dan sujud. Dalam ruku‘, (ta‘zhimkan) agungkanlah Rabbmu dan dalam sujud (bertasbihlah) sucikanlah rabbmu.
(HR muslim, Abu Daud, an-Nasai, Al-Baihaqi, Ahmad)


Doa Diantara Doa Qunut

Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan Hormat.
Didalam membaca doa Qunut sewaktu Sholat biasanya Imam berhenti sejenak dipertengahan doa Qunut tersebut.
Apa yang Makmum ucapkan pada waktu Imam tersebut berhenti sejenak dalam membaca doa Qunut tersebut?

Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

ade

Jawaban:

Sebenarnya keduanya sama-sama membaca bagian dari doa qunut pada saat ?diam? seperti yang anda katakan. Hanya saja, mengapa pada bagian itu mereka diam, karena lafaznya bukan bersifat doa yang dibaca secara berjamaah, yaitu lafaz shalawat. Sehingga dibaca oleh masing-masing dan untuk itu membacanya tidak dikeraskan.

Wallahu a‘lam bis-shawab.


Istighfar Dalam Sholat



 Pertanyaan:

Assww,

Bolehkah kita mengucapkan istighfar dalam sholat, jika sedang terlintas pikiran, yang menyebabkan sholat menjadi tidak khusyu?.

Wass.
ade

Jawaban:

Tidak boleh mengucapkan sesuatu yang diluar konteks bacaan sholat, meski itu istighfar atau hamdalah atau takbir. Karena itu membatalkan shalat.

Sebaliknya, gerakan diluar shalat untuk kasus tertentu dibolehkan. Seperti memberi isyarat dengan tangan agar orang tidak melintas di depannya, atau isyarat kepada tamu yang datang, atau bertepuk bagi wanita bila imam salah.

Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk membunuh ular yang melintas meski dalam shalat.

Wallahu a‘lam bishshowab.

Rukun Shalat

Pertanyaan:

Assalamu‘alaikum,

Pak Ustadz, saya ingin tahu apakah ucapan tasbih ketika sujud dan ruku termasuk dalam rukun shalat? Ataukah hanya gerakan ruku dan sujud saja yang menjadi rukun shalat (wajib dilakukan). Saya menanyakan ini karena kadang-kadang ada imam yang shalatnya cepat sehingga kami tidak sempat mengucapkan tasbih (subhana robbial a‘laa atau subhana robbial ‘azhiem) secara sempurna 3 kali. Jika bacaan tersebut termasuk rukun, apakah kami harus mengulangi shalat kami bila hal di atas terjadi.

Wassalaam‘alaikum wr. Wb,

  ade
 
Jawaban:

Yang menjadi rukun shalat memang adalah gerakannya saja. Sedangkan bacaan pada saat ruku dan sujud adalah sunnah. Tapi ruku dan sujud ini harus disertai tuma‘ninah, artinya diam sejenak dan tetap, bukan seperti main akrobat, atau seperti orang betawi bilang ?mirip capung cebok?.

Imam Asy-Syafi‘i dalam mazhab menyebutkan bahwa bacaan untuk sujud adalah subhana robbial a‘laa dan dalam sujud adalah subhana robbial ‘azhiem secara sempurna 3 kali. Tapi ini bukan kewaiban atau ruun tapi hanya sunnah, sehingga bila tidak dikerjakan tidak membatalkan shalat.

Wallahu a‘lam bishshowab.

Shalat Malam Maximal 11 rakaat



 Pertanyaan:

Assalamu‘alaikum wr wb
SAya mau menanyakan tentang shalat malam yang melebihi 11 rekaat? Misalnya ketika bulan ramadhan kita sudah shalat tarawih tanpa witir 8 rekaat, kemudian sebelum sahur kita shalat malam lagi kemudian ditutup dengan witir. Tapi bagaimana dengan hadits yang diriwayatkan aisyah (afwan kalo salah) bahwa rasululloh baik dibulan ramadhan ataun diluar itu melakukan shalat malam tidak lebih dari 11 rekaat? Kemudian bagaimana hukumnya shalat iftitah yang dilakukan sebelum tarawih? Dan ada juga shalat iftitah yang dilakukan berjama‘ah, bagaimana hukumnya? Jazakumulloh



Ridlwan

Jawaban:

Menurut sebagian pakar hadits, hadits hadits yang menetapkan bilangan shalat malam Rasulullah SAW baik 8 atau 20 rakaat, secara ilmu hadits derajatnya tidak kuat. Bukan berarti tidak boleh mengerjakan sejumlah itu, tetapi pembatasan jumlah rakaat hanya 8 atau 20-nya yang jadi masalah.

Khusus mengenai tarawih 20 rakaat, ada penguat dari ijma‘ para shahabat dimana mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat di masa Khalifah Umar bin Al-Khattab ra. Ijma seperti ini tidak mungkin dikarang-karang oleh para shahabat tercinta kecuali mereka memang menyaksikan di masa lalu Rasulullah SAW melakukannya. Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW shalat tarawih dua atau tiga malam saja di awal ramadhan lalu setelah itu beliau menghentikannya karena takut diwajibkan, sama sekali tidak menyebut berapa jumlah rakaatnya.

Berikut ini kami kutipkan salah satu tulisan ustaz Prof. Musthafa Ali Ya‘kub, seorang pakar hadits di Indonesia:

Tarawih 8 rokaat:
Teks hadis ini:
?Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir?.

Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar). Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta.

Tarawih 20 rakaat:
Teks hadis ini adalah dari Ibn Abbas, ia berkata:
?Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir?.

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadis-hadisnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).

Namun, perlu diketahui, hal itu bukan berarti shalat delapan rakaat atau dua puluh rakaat itu tidak boleh. Sebab yang dibahas di sini adalah bahwa hadis shalat tarawih delapan rakaat dan hadis tarawih dua puluh rakaat itu kedua-duanya maudhu atau minimal matruk. Jadi shalat tarawih dengan delapan rakaat atau dua puluh rakaat, kedua-duanya boleh dilakukan karena tidak ada keterangan yang konkret tentang jumlah rakaat shalat tarawih Nabi.

Keterangan yang shahih, Nabi Saw tidak membatasi jumlah rakaat shalat
Tarawih (Qiyam al-Lail). Misalnya hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a dimana Nabi mengatakan, ‘‘Siapa yang shalat pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala Allah, maka allah akan mengampuni dosanya (yang kecil-kecil).‘‘

Dan khusus bagi yang menjalankan shalat tarawih dua puluh rakaat, ada dalil tambahan, yaitu ijma (konsensus) para sahabat Nabi SAW, di mana pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab, Ubay bin Ka‘ab menjadi imam shalat tarawih dua puluh rakaat, dan tidak ada satu pun dari sahabat Nabi yang memprotes hal itu.
Wallahu a‘lam bis-shawab.

Kriteria Mukim Yang Membuat Shalat Jama` Qashar Sudah Tidak Boleh Dilakukan



 Pertanyaan:

Assalamu alaikum wr wb....
Pak Ustasz yang dirahmati oleh Allah swt.
Saya ingin bertanya tentang suatu hal yang biasa Pak Ustadz sebutkan dalam konsultasi ini, yaitu tentang mukim dalam kaitannya dengan shalat jumat (dan kaitannya dengan hal yang lain lagi).
saya ingin mengetahui batasnya antatra yang dikatakan muqim dengan yang dikatakan masih dalam status musafir. apakah yang menentukan seseorang sudah dpt dikatakan muqim di suatu daerah? apakah jika ia sudah menetap di sana minimal 40 hari? atau sudah mempunyai keluarga di sana?
demikian pertanyaan saya dan untuk perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr Wb.

Abissena

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba?d.


Umumnya para ulama menetapkan bahwa bermukim tidaknya seseorang tergantung niat dan kenyataannya. Dikatakan tergantung niat, karena bisa jadi seseorang berada di suatu tempat dalam perjalanannya, namun dia tidak pernah berniat untuk menetap di tempat itu untuk jangka waktu tertentu.
Sehingga kapan pun dia punya kemungkinan untuk segera berpindah atau bergerak lagi.

Misalnya, anda dalam perjalanan ke manca negara. Lalu karena ada masalah dengan jadwal penerbangan, anda terpaksa harus menetap di kota itu selama beberapa hari. Misalnya karena ada halangan cuaca dan sebagainya.Dan bila cuara cerah, anda akan segera melanjutkan perjalanan. Maka meski anda sempat menetap selama dua tiga minggu, tidak dikatakan bermukim, teteap dikatakan masih dalam keadaan safar.

Selama sekian lama itu, meksi kenyataannya anda menetap sampai dua minggu, anda masih dibenarkan untuk melakukan shalat jama` dan qashar, sebab tidak dianggap bermukim.

Sebaliknya, bila anda datang ke suatu kota dengan program / skedul yang sudah pasti, misalnya mengikuti training selama 5 hari, dikatakan bahwa anda sudah berniat sejak awal untuk menetap di kota itu, meski hanya 5 hari saja. Menurut sebagian ulama terutama As-Syafi`iyah, masa menetap seseorang paling lama di suatu tempat adalah 3 hari, di luar hari kedatangan dan hari kepulangan. Sehingga begitu memasuki hari keempat, anda sudah tidak lagi dikatakan dalam kondisi safar dan sudah wajib shalat secara sempurna.

Yang kami sampaikan ini memang pendapat dari kalangan As-syafi`iyah, sedangkan pendapat lainnya tidak menyatakan batas waktu, sehingga berapa pun lama seseorang berada di kota lain, dia dianggap tetap masih dalam keadaan safar.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

beda madzab



Pertanyaan:

sahkah berjama'ah dengan imam yang berlainan madzab? coz dlm madzab
kan beda2 tata caranya? trim's

feri r

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Saudara Feri, semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua.
Beda madzhab bukan beda agama. Karena itu, sholatnya tetap sah selama mengikuti para imam madzhab yang diakui integritas keilmuan dan kesalehannya. Dalam hal ini, makmum harus mengikuti imam.
Walllahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb

shalat sunnah

Pertanyaan:

Assalaam War.Wab....
Pak Ustadz yth,
ketika mengerjakan sholat sunnah (misal sholat ba'diyyah maghrib), kemudian ada seseorang yang mengikuti sholat kita (sebagai ma'mum).Maka apakah kita harus mengeraskan bacaan ayat Qur'an pada sholat sunnah tersebut...........
jazakallah Khair........Wassalaam....

Ibn Faqih

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Saudara Ibn faqih, semoga Alah mencurahkan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Dalam kondisi yang Anda sebutkan di atas, Anda harus tetap dalam kondisi mengerjakan sholat Sunnah.
Dan seorang yang bermakmum pada orang yang sedang mengerjakan sholat sunnah dibolehkan.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb.


Shalal Gitu

Pertanyaan:

Assalmualikum Wr Wb
Begini sya masih bingung tentang shalat fajar dilakukan sesudah atau sebelum shalat subuh?? tolong jelaskan kira-kira jam barapa pelaksannanya srta bagaimana lafadz niat dan ganjarannya Trims
Wassalam

Yasin AS


Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Dari pertanyaan di atas, tampak ada guratan semangat dalam diri Anda untuk beribadah.
Waktu pelaksanaan salat fajar adalah dari semenjak terbit fajar dan salat subuh. Namun, siapa yang terlupa atau tertidur hingga terbit matahari, ia bisa mengerjakannya ketika ingat dan terbangun. Kecuali apabila matahari tergelincir, salat fajar sudah tidak bisa lagi dilakukan. Satu kali, Rasulullah saw. pernah tertidur bersama para sahabat ketika kembali dari peperangan dan baru bangun ketika matahari sudah terbit. Maka, ketika bangun belliau langsung menyuruh Bilal untuk azan. Setelah itu beliau melakukan salat fajar. Kemudian, dengan didahului oleh iqamat beliau melakukan salat subuh. (H.R. al-Bayhaqi).
Hukumnya adalah Sunnah Muakkadah.
Keutamaannya: Rasulullah saw. bersabda, “Dua rakaat salat fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (H.R. Muslim).
Demikian semoga kita semua bisa istiqamah dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Wallahu a’lam bi al-shawab.
 

melakukan gerakan lain di dlm sholat



 Pertanyaan:

Assalamu'alaikum wr.wb pak Ustadz, saya ada pertanyaan nih! apakah ketika kita sholat kita boleh melakukan gerakan diluar gerakan sholat seperti menggaruk atau yang lainnya, apakah ada dalilnya yang membolehkan atau melarangnya, apakah ada batasannya misalnya tidak boleh lebih dari 3 x. Mohon jawabannya pak Ustadz, maaf kalo ada yg salah dengan pertanyaan saya. Wassalamu'alaikum wr.wb

Syaiful

Syaiful

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Saudara Saiful yang dirahmati Allah, disepakati oleh para ulama bahwa di antara hal yang membatalkan salat adalah melakukan banyak gerakan di luar gerakan salat. Hanya saja, mereka berbeda pendapat mengenai batasannya.
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan gerakan yang banyak di atas adalah yang jika dilihat oleh orang, orang tersebut menyangka bahwa ia tidak sedang salat.
Pendapat yang sama disebutkan oleh madzhab Maliki.
Sementara, madzhab Syafi’I dan Hambali mengembalikan gerakan yang bayak tadi kepada urf (kebiasaan). Jika orang-orang menganggapnya sedikit maka sedikit, namun menganggapnya banyak maka banyak. Karena itu, menurut madzhab Syafii, dua langkah dan dua pukulan termasuk gerakan yang sedikit . Sementara jika melakukan tiga langkah atau lebih yang sifatnya berurutan maka ia disebut gerakan yang banyak, entah gerakannya sama atau lain tetapi sejenis. Seperti melangkah, memukul, membuka sendal, dsb.
Sementara Hambali tidak mengukur sedikit atau banyaknye garakan dengan intensitas atau jumlahnya. Tetapi murni dikembalikan kepada urf atau kebiasaan masyarakat. Kalau masyarakat menganggapnya sedikit maka sedkit jika banyak maka banyak.
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.


Niat Sholat termasuk rukun?

Pertanyaan:


Assalam
Ustd,saya mau menanyakan ttg niat ketika mulai sholat (sunnah/Wajib), mana yang didahulukan takbir atau niat?.. karena rukun sholat diawali oleh takbir.kalau niat setelah takbir berarti rukun sholat cuman 12.... mohon bantuan ust .

Jazakumullah...

Shese

Shese

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Saudara Shese, rukun sahalat menurut para fukaha adalah sebagai berikut:
1. Niat.
2. takbiratul ihram.
3. berdiri jika mampu (dalam salat wajib).
4. membaca al-fatihah.
5. ruku.
6. I’tidal.
7. sujud.
8. duduk di antara dua sujud.
9. duduk dalam tasyahud akhir.
10. tasyahhud akhir.
11. membaca salawat atas Nabi saw. setelah tasyahhud akhir.
12. salam.
13. Thuma’ninah.
14. tertib.
Dengan demikian, niat dilakukan sebelum takbiratul ihram.
Dalam niat harus jelas apakah salat yang dilakukan merupakan salat wajib atau sunah? zuhur atau asar? dan seterusnya. Tidak benar kalau rukun salat dimulai dengan takbir. Tetapi ia dimulai dari niat sebagai sesuatu yang harus ada pada semua ibadah.
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Wassalamu alakum wr.wb.

Shalat sunnah ba'da ashar



 Pertanyaan:

Assalamualaikum,

Ust. teman-teman saya dari salafi sering melakukan salat sunnat bakda ashar berdasar pada riwayat dari siti aisyah yang menyatakan bahwa rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat sunnah sebelum fajar dan setelah ashar. Bagaimana pandangan ust.

Jazakallah, Wassalamualaikum

Abu Ayyasy

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Saudara Abu Ayyash, para ulama sepakat atas ketidakbolehan melakukan salat sunnah ba’da ashar hingga terbenam matahari.
Nabi saw. bersabda, “Tidak ada shalat sesudah ashar sampai terbenam matahari.
Juga, tidak ada salat sesudah salat subuh hingga terbit matahari.” (H.R. al-Bukhâri dan Muslim diriwayatkan oleh Abû Sa’id al-Khudzri secara marfu).
Karena itu, al-Hasan, Said ibn al-Musayyab, Abu Hanifah, dan Imam Malik memandangnya makruh.
Sementara, Imam al-Syafi’I membolehkan salat sesudah asar jika ada sebabnya. Misalnya salat tahiyyatul masjid dan sunnah wudhu dengan berdalil pada salat Rasulullah yang mengqadha salat sunah zuhur sesudah asar.
Adapun kalangan Hambali secara mutlak mengharamkannya, kecuali dua rakaat thawaf.
 


sholat magrib

Pertanyaan:

sholat magrib, tapi imam tidak mengeraskan bacaannya, gimana hukumnya

ADI

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Saudara Adi, pada dasarnya mengeraskan bacaan pada salat magrib, isya, dan subuh adalah sesuatu yang disyariatkan, tetapi tidak termasuk rukun salat.
Karena itu, ketika imam membaca secara tidak keras, hal itu tidak membatalkan salat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

sholat Isya & tahajud



Pertanyaan:

Assalamu 'alaikum wr. wb
Bapak Ustadz yang insya allah dimuliakan Allah SWT, saya ada 1 pertanyaan mengenai bab sholat Isya' dan Tahajud.
Apakah apabila kita tertidur dan belum melaksanakan sholat Isya, kemudian ketika kita bangun dari tidur segera melaksanakan sholat Isya' dan dilanjutkan sholat Tahajud diperbolehkan. Mohon jawaban dari Pak Ustadz disertai dengan dalil-dalilnya.

Jazakumullahu khoiran katstsiro.

Wassalamu 'alaikum wr. wb

Umu Yasmin

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Saudari Ummu Yasmin, pada dasarnya salat tahajjud berbeda dengan qiyamullail.
Qiyamullail bisa dilaksanakan langsung sesudah salat isya. Sementara, tahajjud hanya dilakukan sesudah tidur. (al-Mau’suah al-fiqhiyyah). Karena itu, kalau Anda ingin melakukan ibadah sesudah salat isya, Anda bisa meniatkannya sebagai ibadah qiyamullail; bukan tahajjud.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
 
Shalat dengan memejamkan mata

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum

Pak ustadz apa hbolehkah kita shalat dengan memejamkan mata, untuk meningkatkan konsentrasi.............

wassalamu'alaikum

Nur Ichsan

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Saudara Nur Ichsan, memejamkan mata saat salat bagi sebagian ulama hukumnya makruh dan bagi sebagian lagi hukumnya mubah (boleh). Sementara, hadis yang menjelaskan tentang kemakruhannya adalah tidak sahih (Lihat Fiqh Sunnnah, Sayyid Sabiq, jilid 1).
Dalam hal ini, Ibn al-Qayyim berkata, “Yang benar jika membuka mata tidak mengganggu kekhusyuan, maka ia lebih baik. Namun, jika ia mengganggu kekhusyuan karena di depannya terdapat hiasan misalnya atau hal lain yang mengganggu, maka memejamkan mata pada saat itu tidaklah makruh.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb

niat sholat sunnah sebelum sholat subuh



Pertanyaan:

saya pernah dengar dari imam masjid bahwa sholat sunnah sebelum sholat subuh pahalanya bagai bumi seisinya dan semua yg ada di alam ini,apakah benar?dan apa niat sholat sunnah sebelum sholat subuh tersebut?makasih atas bantuannya

ade



Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
Saudara Yusrie, memang benar bahwa salat dua rakaat sebelum subuh menurut Rasul saw. lebih baik daripada dunia seisinya.
Hadisnya adalah sbb:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
"Dua rakaat sunah subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (H.R. Muslim).
Sementara, niat untuk melaksanakannya cukup dilakukan di dalam hati tidak perlu dilafalkan dengan lisan.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Sholat Tasbih



Pertanyaan:

Assalamu alaikum wr wb....
Bolehkah sholat tasbih dilakukan lebih dari 4 rokaat, mohon penjelasannya.
Wassalamualaikum wr. wb..
ade

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Saudara Sony, sebelum menjawab pertanyaan Anda,ada baiknya kalau kita membahas terlebih dahulu hukum dari salat tasbih itu sendiri. Sebagian ulama (sebagian kalangan Syafii) bahwa ia sunnah. Hal ini didasarkan pada hadis yang menerangkannya sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Menurut al-Nasâi hadis tersebut tidak bermasalah dan menurut al-Zarkasyi hadis tersebut sahih. Bahkan al-Mundziri mengatakan para perawinya dapat dipercaya.
Sementara, menurut sebagian kalangan Hanafi salat tasbih boleh dilakukan.
Adapun pendapat sebagian ulama lainnya, ia adalah tidak disyariatkan karena menurut mereka hadisnya lemah dan tata cara salatnya yang berbeda dari biasanya.

Lalu, menurut yang membolehkan atau yang menganggapnya sunah, maka jumlah rakaatnya menurut madzhab Syafi’I tidak lebih dari empat rakaat dengan satu kali salam jika dilakukan di siang hari dan dua kali salam jika dilakukan di malam hari.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Sholat Dhuha



Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya ingin menanyakan bacaan surat untuk Sholat Dhuha. Setelah Al-Faatihah, apakah harus disambung dengan Asy-Syam dan Adh-Dhuha ? Bagaimana jika saya tidak hafal surat-surat tersebut, bolehkan saya membaca surat lain ? Terima kasih Ustadz, atas bantuan dan tanggapannya.

Endah

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Saudari Endah, dalam riwayat disebutkan bahwa ‘Uqbah ibn Amir pernah berkata, “Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk melakukan salat dhuha dengan membaca sejumlah surat. Di antaranya surat al-Syams dan al-Dhuha.”
Namun, dalam kitab Nihayataul Muhtaj disebutkan bahwa dalam salat dhuha disunnatkan untuk membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlas. Ini menurutnya lebih utama karena surat al-Ikhlas setara dengan sepertiga Alquran dan al-Kafirun setara dengan seperempat Alquran.
Dengan demikian, Anda bisa membaca surat al-Syams dan al-Dhuha.Atau, jika tidak maka bisa membaca surat al-Kafirun dan surat al-Ikhlas. Jika tidak hafal pula, maka bisa dengan surat lain yang Anda hafal.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

shalat sunah fajar


Pertanyaan:

Ass. Wr. Wb.
Pak Ustad, apakah shalat sunah fajar itu sama dengan shalat sunah sebelum subuh? Jadi pelaksanaannya dilakukan setelah azan subuh dan bukan sebelum azan, betul pak?

wassalamu alaikum wr.wb.

asty

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita.
Saudari Asty, shalat sunah fajar memang dilakukan ketika fajar atau waktu subuh telah tiba dan ia dilaksanakan sebelum shalat subuh.
Hafshah ra. Berkata, “Rasulullah saw. pernah melakukan dua rakaat sunah fajar sebelum subuh di rumahku.”
Aisyah ra. Juga berkata, “Shalat sunah yang paling dijaga oleh Rasulullah adalah dua rakaat sebelum subuh.” (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb

Menuju shalat Khusyu



Pertanyaan:

assalamualaikum.wr.wb.
saya ada masalah dengan kekhusyukan sholat saya,,, saya ingin bertanya dengan redaksi sekalian, bagaimana langkah menuju kekhusyukan sholat? kepada redaksi semuanya saya ucapkan beribu2 terima kasih....... wassalamualaikum.

norma

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Shalat khusyuk menjadi dambaan setiap orang yang beriman.
Nah cara untuk mencapai shalat khusyuk berbeda-beda antara setiap orang. Namun, pada dasarnya kalau kita mengikuti cara shalat yang dilakukan Rasul saw. kekhusyuan tersebut insya Allah akan tercapai. Di antaranya:

1. Memahami makna bacaan dalam setiap gerakan shalat.
2. Melakukan setiap gerakan secara thumakninah (tenang) tidak terburu-buru.
3. melaksanakan shalat di tempat yang tidak bising dan yang di depannya tidak dipenuhi oleh banyak gambar.
4. Tidak shalat dalam kondisi sangat lapar, atau ingin buang hajat.
5. Memposisikan shalat yang dikerjakan sebagai shalat yang terakhir sehingga sesudah itu seolah-olah kita tidak lagi bisa melaksanakan shalat karena mati.
6. Mengetahui rahasia dan hikmah di balik shalat.
7. meminta dan berdoa kepada Allah agar diberi kekhusyuan.

Itulah sejumlah cara yang bisa membantu kita untuk bisa khusyuk dalam melaksanakan shalat.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Menghilangkan Riya', 'Ujub, dan Sum'ah



Tanya:
Saya mempunyai beberapa masalah yang sepertinya masih menggelayuti amal-amal saya. Pertama, saya masih sering merasa kalo virus-virus 'ujub, sum'ah dan/atau riya' sering "menemani" amal saya. Oleh karenanya, saya ingin bertanya tentang pengertian ikhlas yang sebenarnya dan riyadhah atau terapi untuk memupus virus-virus itu tadi. Atau kalau ada do'anya, ya alhamduliLlah. Kedua, saya ingin menanyakan terapi untuk mencapai shalat yang khusyu'. Demikian pertanyaan saya, semoga --dengan izin Allah-- bisa dibantu.

JazakumulLahu khiran katsiraa

Wassalamualaikum wr. wb

ade
Jawab:
Mas Hasanuddin, memang riya', 'ujub, sum'ah, dan semacamnya adalah penyakit-penyakit yang membahayakan. Bahaya karena sebenarnya penyakit itu akan menghancurkan kemerdekaan kita. Kita tidak merdeka karena dalam tindakan-tindakan itu, hati kita terbelenggu oleh (pujian, applaus, dan sikap-sikap) orang lain. Kalau tidak mendapat pujian atau sedikitnya perhatian, kita tak mau (mungkin kurang semangat) melakukannya.

Puncak kemerdekaan kita adalah keikhlasan (dalam setiap amal perbuatan kita) kepada Allah Swt. Silahkan..., orang mau tahu atau tidak, mau memuji atau tidak, yang penting saya adalah saya, kokoh dengan tindakan dan pendirian saya. Beginilah kemerdekaan.

Riya' itu satu tangga di bawah balas dendam. Karena riya' sumber kesalahannya melulu berasal dari diri kita sendiri. Tanpa ada orang lain mendahului. Sedangkan balas dendam didahului oleh tindakan orang lain.
Kita membenci orang lain karena dia memulai membenci kita. Kita menyakiti orang lain karena dia telah menyakiti kita lebih dulu, dst.

Nah, jika balas dendam saja tidak dianjurkan, apalagi riya'. Riya' itu ibaratnya menjual (kemerdekaan) diri kita ditukar dengan (belenggu) pujian, penghormatan, atau sikap-sikap simpati lainnya dari orang lain. Betapa kerdilnya diri kita, jika demikian!!!

Kaitannya dengan hal ini, ada hadis yang sangat menarik: "Ta'isa 'abdu al-dînâr, wa al-dirham, wa al-qathîfah.
In u'thiya radliya, wa in lam yu'tha lam yardla" (Celakalah para materialis, [penghamba dinar, dirham, dan sutera]. Senang jika diberi, dan tak senang jika tak diberi). [Riwayat Imam Bukhari, Bulûghul Marâm].

Pelajaran apa yang bisa diambil dari hadis tersebut? Sungguh, ia merupakan pelajaran akhlak yang amat agung. Penyebutan jenis-jenis materi di atas hanyalah sebatas contoh. Jadi, walaupun hadis itu hanya menyebut "dinar", "dirham", dan "sutera", tentu materi apapun jenisnya bisa disamakan. Bahkan tak terbatas pada materi saja, hal-hal yang berupa emosi (senang, benci, cinta, dan semacamnya). Sehingga bisa disamakan ke dalam pengertian hadis tersebut ungkapan seperti "tak senang karena tak diberi, senang karena diberi", "membenci karena dibenci", "mencintai karena dicintai", "memukul karena dipukul", "tak menghormati karena tidak dihormati", dan seterusnya.

Makanya puncak kemerdekaan kita adalah tindakan ikhlas karena Allah, tiada yang melebihi. Dalam segala tindakan kita harus bertekad "Saya tak perduli, orang mau benci atau tidak, mau suka atau tidak, mau tahu atau tidak, mau puji atau tidak, yang penting saya tetap pada tugas saya: mencintai, menghargai, memberi, menghormati, dll". Melepaskan segala macam ikatan duniawi untuk lepas landas menuju satu-satunya tujuan, Allah SWT, Sang Pencipta, Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Bijak, Maha Pembalas, dst. Dalam taraf inilah seseorang, dalam ajaran sufi, mencapai makam tertinggi.

***
Berikut ini ada beberapa tip yang bisa membantu untuk sedikit-demi sedikit menghapus riya', 'ujub, sum'ah dan semacamnya:
1.       Anda harus sadar dan tahu bahwa yang anda perbuat itu benar dan baik. Untuk itu, biasakan berfikir dan berupaya keras memutuskan dengan tepat setiap langkah Anda: apa (yang Anda lakukan), bagaimana (Anda melakukan), dan kenapa (Anda lakukan). Jangan berfikir sempit dan pendek, tapi usahakan selalu menggali dampak-dampak dan akibat-akibat perbuatan Anda jauh ke depan: manfaat dan madlarratnya. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak bersikap tegas dan berani. Jika sudah mampu demikian, maka anda akan penuh percaya diri dan mantap dalam setiap langkah. Jangan takut untuk berbeda, selama Anda yakin apa yang Anda perbuat itu benar. Namun, jangan lantas merasa benar sendiri, sehingga membenci orang lain yang Anda anggap salah. Dengan kata lain, ikhlas identik dengan kemantapan, percaya diri, ketenangan dan kekokohan jiwa, juga kecerdasan, sedangkan riya' (sum'ah, 'ujub) identik dengan keragu-raguan, keresahan, jiwa yang labil, dan juga kebodohan.
2.      Upayakanlah dalam setiap waktu untuk mengingat Allah; sesering mungkin 'berbisik-bisik' dengan Allah (mengeluh dan mengadu hanya kepada Allah). Luangkan waktu, di pagi dan sore tiap hari, sekitar seperempat sampai setengah jam untuk dzikir dan instropeksi diri: apa yang telah dan mau dilakukan.
3.      Sadarlah bahwa Allah senantiasa mengetahui gerak-gerik Anda. Bersamaan dengan itu, cukupkanlah kepuasan Anda dengan pengetahuan Allah akan segala tindakan Anda. Anda akan puas hanya dengan diketahui Allah jika Anda merasa takut dan berharap hanya kpadaNYA.
4.      Ketahuilah hanya Allah yang akan mengganjar semua amal perbuatan kita semua.
5.      Lakukan doa-doa dengan khusyuk. Senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang tulus dan ikhlas (Allahummarzuqnaa al-ikhlaas wa al-istiqaamah wa hubba Allah wa hubba man ahabbah = Ya Allah, karuniailah kami keikhlasan, istiqaamah, mencintai Allah, dan orang-orang yang mencintaiNYA)
Adapun biar mudah mencapai khusyuk dalam salat, usahakanlah untuk mengetahui semua makna bacaan-bacaan dalam salat, sejak Al-Fatihah sampai salam. Iringi setiap ucapan lisan dengan kesadaran hati sedalam-dalamnya: kalau pas nadanya do'a yang upayakan dengan sadar hati Anda memohon, dst. Sehingga bacaan-bacaan itu tidak sekedar hafalan di mulut.

Arif Hidayat
Dewan Asaatidz Pesantren Virtual

Mengganti Sholat bagi Orang yang Telah Meninggal Dunia



Pertanyaan:

Ass. Wr.Wb.
Apabila ada seseorang yang telah meninggal dunia, dimana semasa hidupnya tidak melaksanakan sholat, lalu apakah anak cucunya tersebut bisa melakukan sholat yang ditujukan untuk menggantikan sholat yang meninggal dunia?
Terima Kasih.
Wass.Wr.Wb.
Ade

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Shalat yang ditinggalkan oleh seseorang di masa hidupnya tidak bisa digantikan oleh ahli warisnya. Namun demikian, ada ibadah lain yang bisa dilakukan oleh ahli waris untuk yang meninggal tadi. Misalnya dengan mendoakannya, bersedekah, istigfar, berbuat baik kepada kerabatnya, dan menyambung tali silaturahim.
Jadi, amal kebaikan yang dapat diatasnamakan untuk mayit adalah doa, sedekah, dan semisalnya.
Bukan dengan menggantikan shalat wajib yang pernah ditinggalkan oleh si mayit.
Bahkan Ibn Taymiyyah dan yang lain menegaskan bahwa shalat yang ditinggalkan oleh seseorang secara sengaja di masa hidup tidak bisa diqadha. Apalagi jika dikerjakan setelah ia mati oleh orang lain.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Menafsirkan Al-Qur’an dengan Ilmu Modern



 Posted by Sprapto
Syaikh Al-Utsaimin ditanya: Bolehkah menafsirkan Al-Qur’an Al-Karim dengan teori-teori ilmu modern?
Beliau rahimahullah menjawab:
Penafsiran Al-Qur’an dengan berbagai teori-teori ilmiah mempunyai bahaya tersendiri, itu terjadi jika kita menafsirkannya dengan berbagai macam teori, lalu muncul teori-teori lainnya yang menyelisihi. Artinya bahwa Al-Qur’an menjadi tidak benar dalam pandangan musuh-musuh Islam.
Sedangkan pada pandangan kaum muslimin akan mengatakan bahwa kesalahan ini berasal dari gambaran orang yang menafsirkannya, tapi musuh-musuh kaum muslimin, mereka senantiasa menanti mara bahaya bagi kaum muslimin.
Oleh karena itu, saya memberi peringatan keras agar tidak tergesa-gesa dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan perkara-perkara ilmiah ini. Kita biarkan perkara itu dengan kenyataan yang terjadi, maka tidak perlu untuk kita katakan bahwa Al-Qur’an telah menetapkan perkara ini. Al-Qur’an turun untuk praktek ritual ibadah, akhlak dan untuk ditadaburi. Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shad: 29)
Hal-hal yang semacam ini yang tidak dapat dicapai dengan berbagai macam eksperimen dan manusia dapat mengetahuinya dengan ilmu-ilmu mereka, hal di atas bisa menjadi bahaya besar lagi berat dalam hal penurunan Al-Qur’an dalam perkara-perkara itu. Saya akan bawakan sebuah contoh dalam perkara ini, adalah firman Allah Azza wa Jalla,
“Wahai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” (Ar-Rahman: 33)
Tatkala orang-orang telah berhasil menginjakkan kaki di bulan ada sebagian orang yang menafsirkan ayat ini dan menempatkannya pada peristiwa yang telah terjadi. Dia mengatakan: “Yang dimaksudkan sulthan (kekuatan) adalah ilmu.” Dengan keilmuan yang mereka miliki, mereka melintasi penjuru bumi dan mereka pun dapat melampaui batas daya tarik bumi. Ini merupakan kekeliruan. Tidak diperbolehkan untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan pernyataan tersebut, karena jika engkau menafsirkan Al-Qur’an dengan suatu makna maka konsekuensinya engkau telah membuat suatu kesaksian bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkannya. Ini merupakan kesaksian yang sangat besar, engkau akan ditanya tentang hal itu. Barangsiapa yang mentadabburi ayat di atas, ia akan dapati bahwa penafsiran ini adalah penafsiran yang batil (tidak benar). Karena ayat tersebut memberikan penjelasan tentang kondisi manusia dan tempat kembalinya perkara mereka.
Bacalah surat Ar-Rahman, engkau akan dapati bahwa surat ini disebutkan setelah firman Allah Azza wa Jalla,
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman: 26-28)
Lalu hendaknya kita bertanya apakah kaum ini (jama’ah jin dan manusia) telah melintasi penjuru langit? Jawabannya: Tidak, demi Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Jika engkau sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi.”
Yang kedua: Apakah nyala api dan cairan tembaga tersebut telah dilepaskan kepada mereka (jin dan manusia)? Tidak. Jika demikian, maka ayat tersebut tidak benar ditafsirkan dengan tafsiran yang dibuat oleh mereka.
Kita katakan sesungguhnya sampainya mereka ke tempat-tempat yang telah mereka datangi itu, adalah termasuk ilmu-ilmu yang telah mereka capai dengan berbagai eksperimen yang mereka (lakukan). Adapun dengan menafsirkan Al-Qur’an secara salah agar kita bisa menyitirnya sebagai dalil atas hal di atas maka tindakan ini tidak benar dan tidak diperbolehkan.