Posted by Suprapto
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat hikmah dan keadilan-Nya menimpakan
berbagai ujian dan cobaan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada khususnya,
dan seluruh makhluk pada umumnya.
Di antara bentuk ujian dan cobaan itu adalah adanya berbagai jenis penyakit
di zaman ini, karena kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)
Islam adalah agama yang sempurna, yang menuntut seorang muslim agar tetap
menjaga keimanannya dan status dirinya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang muslim akan memandang berbagai penyakit itu sebagai:
1. Ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ
أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
(Al-Mulk: 2)
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya`:
35)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini: “Kami
menguji kalian, terkadang dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai
kenikmatan. Maka Kami akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur
(terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala), siapa yang sabar dan siapa yang
putus asa (dari rahmat-Nya).
Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma: ‘Kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, maksudnya
yaitu dengan kesempitan dan kelapangan hidup, dengan kesehatan dan sakit,
dengan kekayaan dan kemiskinan, dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan
kemaksiatan, dengan petunjuk dan kesesatan; kemudian Kami akan membalas
amalan-amalan kalian’.”
Ujian dan cobaan akan datang
silih berganti hingga datangnya kematian.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Al-Baqarah: 214)
Ibnu Katsir rahimahullahu
berkata: “(Ujian yang akan datang adalah) berbagai penyakit, sakit, musibah,
dan cobaan-cobaan lainnya.”
Bila demikian, maka sikap seorang
muslim tatkala menghadapi berbagai ujian dan cobaan adalah senantiasa berusaha
sabar, ikhlas, mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus-menerus
memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga tidak marah dan murka
terhadap taqdir yang menimpa dirinya, tidak pula putus asa dari rahmat-Nya.
2. Penghapus dosa.
Seandainya setiap dosa dan
kesalahan yang kita lakukan mesti dibalas tanpa ada maghfirah (ampunan)-Nya
ataupun penghapus dosa yang lain, maka siapakah di antara kita yang selamat
dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Sehingga, termasuk hikmah dan
keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dia menjadikan berbagai ujian dan
cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa kita.
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id
Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang muslim
kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri
yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.”
(Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94): “Apabila engkau
ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa
sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa
arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik
(pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon
menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:
a. mengingat pahala dan
mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa
dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
b. lupa (akan janji Allah
Subhanahu wa Ta’ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa
terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari penjelasan ini, ada dua
pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan mendapatkan
penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan kebaikan
bahkan mendapatkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dia marah dan tidak
sabar atas taqdir tersebut.”
3. Kesehatan adalah
nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang banyak dilupakan.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
“Dua kenikmatan yang kebanyakan
orang terlupa darinya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)
Betapa banyak orang yang
menyadari keberadaan nikmat kesehatan ini, setelah dia jatuh sakit. Sehingga
musibah sakit ini menjadi peringatan yang berharga baginya. Setelah itu dia
banyak bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Itulah
golongan yang beruntung.
Adab-adab Syar’i ketika
Sakit
Di antara bukti kesempurnaan
Islam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan adab-adab yang baik
ketika seorang hamba tertimpa sakit.
Sehingga, dalam keadaan sakit
sekalipun, seorang muslim masih bisa mewujudkan penghambaan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Di antara adab-adab tersebut adalah:
1. Sabar dan ridha atas
ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta berbaik sangka kepada-Nya.
Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرٌ لَهُ، وَإِذَا أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرٌ لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang
yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan sikap ini tidak
dimiliki kecuali oleh orang yang mukmin. Apabila kelapangan hidup dia dapatkan,
dia bersyukur, maka hal itu kebaikan baginya. Apabila kesempitan hidup
menimpanya, dia bersabar, maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ تَعَالَى
“Janganlah salah seorang di
antara kalian itu mati, kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
2. Berobat dengan
cara-cara yang sunnah atau mubah dan tidak bertentangan dengan syariat.
Diriwayatkan dari Abud Darda`
radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah menciptakan
penyakit dan obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan sesuatu
yang haram.” (HR. Ad-Daulabi. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan sanad hadits ini
hasan. Lihat Ash-Shahihah no. 1633)
Juga diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ مِنْ دَاءٍ إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“Tidaklah Allah menurunkan satu
penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah mengetahui orang-orang yang tahu, dan orang yang
tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (HR. Al-Bukhari. Diriwayatkan juga oleh
Al-Imam Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)
Di antara bentuk pengobatan yang
sunnah adalah:
a. Madu dan berbekam
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: شُرْبَةِ عَسَلٍ، وَشِرْطَةِ مُحَجِّمٍ، وَكَيَّةِ نَارٍ، وَأَنَا أَنْهَى عَنِ الْكَيِّ – وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِي
“Obat itu ada pada tiga hal:
minum madu, goresan bekam, dan kay [1] dengan api, namun aku melarang kay.”
(HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain: “Aku tidak
senang berobat dengan kay.”
b. Al-Habbatus sauda`
(jintan hitam)
Dari Usamah bin Syarik
radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
الْحَبَّةُ السَّوْدَاءُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَ السَّامَ
“Al-Habbatus Sauda` (jintan
hitam) adalah obat untuk segala penyakit, kecuali kematian.” (HR.
Ath-Thabarani. Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu bahwa sanadnya
hasan, dan hadits ini punya banyak syawahid/pendukung)
c. Kurma ‘ajwah
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فِي عَجْوَةِ الْعَالِيَةِ أَوَّلُ الْبُكْرَةِ عَلىَ رِيْقِ النَّفَسِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ سِحْرٍ أَوْ سُمٍّ
“Pada kurma ‘ajwah ‘Aliyah yang
dimakan pada awal pagi (sebelum makan yang lain) adalah obat bagi semua sihir
atau racun.” (HR. Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits
ini sanadnya jayyid (bagus). Lihat Ash-Shahihah no. 2000)
d. Ruqyah
Yaitu membacakan surat atau
ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa yang tidak mengandung kesyirikan, kepada orang
yang sakit. Bisa dilakukan sendiri maupun oleh orang lain. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
(Al-Isra`: 82)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu
dalam tafsirnya berkata: “Al-Qur`an itu mengandung syifa` (obat) dan rahmat.
Namun kandungan tersebut tidak berlaku untuk setiap orang, hanya bagi orang
yang beriman dengannya, yang membenarkan ayat-ayat-Nya, dan mengilmuinya.
Adapun orang-orang yang zalim, yang tidak membenarkannya atau tidak beramal
dengannya, maka Al-Qur`an tidak akan menambahkan kepada mereka kecuali
kerugian. Dan dengan Al-Qur`an berarti telah tegak hujjah atas mereka.”
Obat (syifa`) yang terkandung
dalam Al-Qur`an bersifat umum. Bagi hati/jiwa, Al-Qur`an adalah obat dari
penyakit syubhat, kejahilan, pemikiran yang rusak, penyimpangan, dan niat yang
jelek. Sedangkan bagi jasmani, dia merupakan obat dari berbagai sakit dan
penyakit.
Dari Abu Abdillah Utsman bin Abil
‘Ash radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعًا يَجِدُ فِي جَسَدِهِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ضَعْ يَدَكَ عَلىَ الَّذِي يَأْلَمُ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِسْمِ اللهِ -ثَلَاثًا-؛ وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
Dia mengadukan kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rasa sakit yang ada pada dirinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Letakkanlah
tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu, lalu bacalah: بِسْمِ اللهِ (tiga kali), kemudian bacalah tujuh kali:
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
‘Aku berlindung dengan
keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang
aku khawatirkan’.” (HR. Muslim)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk sebagian keluarganya
(yang sakit) lalu beliau mengusap dengan tangan kanannya sambil membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ، أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاءُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Rabb seluruh manusia,
hilangkanlah penyakit ini. Sembuhkanlah, Engkau adalah Dzat yang Maha
Menyembuhkan. (Maka) tidak ada obat (yang menyembuhkan) kecuali obatmu,
kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit.” (Muttafaqun ‘alaih)
Atau berobat dengan cara-cara
yang mubah, misalkan berobat ke dokter atau orang lain yang memiliki keahlian
dalam pengobatan seperti ramuan, refleksi, akupunktur, dan sebagainya.
Adapun berobat kepada tukang
sihir atau dukun, atau dengan cara-cara perdukunan semacam mantera yang
mengandung unsur syirik, atau rajah-rajah yang tidak diketahui maknanya, maka
haram hukumnya, dan bisa menyebabkan seseorang keluar (murtad) dari Islam. Dari
Mu’awiyah ibnul Hakam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِالْجَاهِلِيَّةِ وَقَدْ جَاءَ اللهُ تَعَالَى بِالْإِسْلاَمِ وَمِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ. قَالَ: فَلاَ تَأْتِهِمْ
“Wahai Rasulullah, aku baru saja
meninggalkan masa jahiliah. Dan
sungguh Allah telah mendatangkan Islam. Di antara kami ada orang-orang yang
mendatangi para dukun.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah engkau mendatangi mereka (para dukun).” (HR. Muslim)
Dari Shafiyyah bintu Abi ‘Ubaid,
dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
“Barangsiapa mendatangi peramal,
kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu lalu dia membenarkannya, maka
tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)
3. Bila sakitnya
bertambah parah atau tidak kunjung sembuh, tidak diperbolehkan mengharapkan
kematian.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dia
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي
“Janganlah salah seorang kalian
mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus
melakukannya, maka hendaknya dia berdoa:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي
‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila
kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu
adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih)
4. Apabila dirinya
mempunyai kewajiban (seperti hutang, pinjaman, dll), atau amanah yang belum dia
tunaikan, atau kezaliman terhadap hak orang lain yang dia lakukan, hendaknya
dia bersegera menyelesaikannya dengan yang bersangkutan, bila memungkinkan.
Bila tidak memungkinkan, karena
jauh tempatnya, atau belum ada kemampuan, atau sebab lainnya, hendaknya dia
berwasiat (kepada ahli warisnya) dalam perkara tersebut. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun: 8)
Dari Abu Huraiah radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ مِنْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِيْنَارٌ وَدِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Barangsiapa berbuat kezaliman
terhadap saudaranya, baik pada harga dirinya atau sesuatu yang lain, hendaknya
dia minta agar saudaranya itu
menghalalkannya (memaafkannya) pada hari ini, sebelum (datangnya hari) yang
tidak ada dinar maupun dirham. Apabila dia memiliki amal shalih, akan diambil
darinya sesuai kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya).
Apabila dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang
yang dizalimi lalu dipikulkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata:
لَمَّا حَضَرَ أُحُدٌ دَعَانِي أَبِي مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَ: ماَ أُرَانِي إِلاَّ مَقْتُولاً فِي أَوَّلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لاَ أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرَ نَفْسِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّ عَلَيَّ دَيْنًا فَاقْضِ وَاسْتَوْصِ بِإِخْوَتِكَ خَيْرًا. فَأَصْبَحْنَا فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ
“Sebelum terjadi perang Uhud,
ayahku memanggilku pada malam harinya. Dia berkata: ‘Tidak aku kira kecuali aku
akan terbunuh pada golongan yang pertama terbunuh di antara para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya aku tidak
meninggalkan setelahku orang yang lebih mulia darimu, kecuali Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya aku mempunyai hutang maka
tunaikanlah. Nasihatilah saudara-saudaramu dengan baik.’ Tatkala masuk pagi
hari, dia termasuk orang yang pertama terbunuh.” (HR. Al-Bukhari)
5. Disyariatkan segera
menulis wasiat dengan saksi dua orang lelaki muslim yang adil. Bila tidak
didapatkan karena safar, boleh dengan saksi dua orang ahli kitab yang adil.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ ءَاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka
hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau
dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka
bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (Al-Ma`idah: 106)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:
مَا حَقَّ امْرُؤٌ مُسْلِمٌ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ وَلَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ إِلاَّ وَوَصَّيْتُهُ عِنْدَ رَأْسِهِ. وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: مَا مَرَّتْ عَلَيَّ لَيْلَةٌ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ إِلاَّ وَعِنْدِي
وَصِيَّتِي
“Tidak berhak seorang muslim
melalui dua malam dalam keadaan dia memiliki sesuatu yang ingin dia wasiatkan
kecuali wasiatnya berada di sisinya.” Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma
berkata: “Tidaklah berlalu atasku satu malam pun semenjak aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian, kecuali di sisiku
ada wasiatku.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ibnu Abdil Bar rahimahullahu
berkata (At-Tamhid, 14/292): “Para ulama bersepakat bahwa wasiat itu bukan
wajib, kecuali bagi orang yang memiliki tanggungan-tanggungan yang tanpa bukti,
atau dia memiliki amanah yang tanpa saksi. Apabila demikian, dia wajib
berwasiat. Tidak boleh dia melalui dua malam pun kecuali sungguh telah
mempersaksikan hal itu.
Diperbolehkan baginya mewasiatkan
sebagian harta yang ditinggalkan, maksimal sepertiganya. Tidak boleh lebih dari
itu. Bahkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Aku senang bahwa orang
mengurangi dari jumlah 1/3 menjadi ¼ dalam hal wasiat.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ‘Sepertiga itu banyak’.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan
Al-aihaqi)
Wasiat tersebut tidak boleh untuk
ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, kecuali dengan kerelaan dari
seluruh ahli waris lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya Allah telah memberi
setiap yang memiliki hak akan haknya, maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`)
Ibnu Mundzir rahimahullahu
berkata (Al-Ijma’ hal. 100): “Para ulama sepakat bahwa tidak ada wasiat untuk
ahli waris kecuali para ahli waris (yang lain) memperbolehkannya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata
(Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/471): “Ketika wasiat itu adalah rekayasa dan
jalan untuk memberi tambahan kepada sebagian ahli waris, serta mengurangi dari
sebagian mereka, maka wasiat itu haram hukumnya, berdasarkan ijma’ dan dengan
Al-Qur`an:
غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
“(Wasiat itu) tidak memberi
mudarat (kepada sebagian pihak). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.” (An-Nisa`: 12)
Adapun wasiat yang bertentangan
dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka wasiat tersebut batil dan tidak boleh
dilaksanakan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan
perkara baru pada urusan (agama) ku ini apa yang tidak berasal darinya, maka
hal itu tertolak.” (Muttafaqun ‘alaih)
6. Berwasiat agar
jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai As-Sunnah
Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu berkata (Ahkamul Jana`iz, hal. 17-18): “Ketika adat kebiasaan
yang dilakukan mayoritas kaum muslimin pada masa ini adalah bid’ah dalam urusan
agama, lebih-lebih dalam masalah jenazah, maka termasuk perkara yang wajib
adalah seorang muslim berwasiat (kepada ahli warisnya) agar jenazahnya diurus
dan dikuburkan sesuai As-Sunnah, untuk mengamalkan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” [2]
Oleh karena itulah, para sahabat
radhiyallahu ‘anhum mewasiatkan hal tersebut. Atsar-atsar dari mereka (dalam
hal ini) banyak sekali. Di antaranya:
a. Dari Amir bin Sa’d bin Abi
Waqqash, bahwa ayahnya (yakni Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu) berkata
ketika sakit yang mengantarkan kepada wafatnya:
أَلْحِدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَيَّ نَصْبًا اللَّبِنَ كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللهِ
“Buatlah liang lahat untukku, dan
tegakkanlah atasku bata sebagaimana dilakukan demikian kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
b. Dari Abu Burdah dia berkata: Abu Musa radhiyallahu ‘anhu mewasiatkan
ketika hendak meninggal: “Apabila kalian berangkat membawa jenazahku maka
cepatlah dalam berjalan. Jangan mengikutkan (jenazahku) dengan bara api.
Sungguh jangan kalian membuat sesuatu yang akan menghalangiku dengan tanah.
Janganlah membuat bangunan di atas kuburku. Aku mempersaksikan kepada kalian
dari al-haliqah (wanita yang mencukur gundul rambutnya karena tertimpa
musibah), as-saliqah (wanita yang menjerit karena tertimpa musibah), dan
al-khariqah (wanita yang merobek-robek pakaiannya karena tertimpa musibah).”
Mereka bertanya: “Apakah engkau mendengar sesuatu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang hal itu?” Dia menjawab: “Ya, dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Ahmad 4/397, Al-Baihaqi 3/395, dan Ibnu
Majah, sanadnya hasan)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Al-Adzkar: “Disunnahkan
baginya dengan kuat untuk mewasiatkan kepada mereka (ahli waris) untuk menjauhi
adat kebiasaan yang berupa bid’ah dalam pengurusan jenazah. Dan dikuatkan perkara tersebut (dengan wasiat).”
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis : Al-Ustadz Abul ‘Abbas
Muhammad Ihsan
Footnote:
[1] Besi dibakar, lalu
ditempelkan pada urat yang sakit.
[2] At-Tahrim: 6. –pen.
Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=728
skip to main |
skip to sidebar
SOLAT:
.shalat tahajud sholat tarawih
.Menuju shalat khusyu
.Sholat dhuha
.Sholat tasbih
.Niat sholat sunnah sebelum sholat subuh
.Sholat isya tahajud
.qunut witir pada ramadhan
.sujud sahwi
.doa waktu sujud.
.istighfar dalam sholat
.shalat malam maximal 11-rakaat
.criteria mukim yang membuat shalat jama
.beda madzab
.melakukan gerakan lain di dlm sholat
.Menuju shalat khusyu
.Sholat dhuha
.Sholat tasbih
.Niat sholat sunnah sebelum sholat subuh
.Sholat isya tahajud
.qunut witir pada ramadhan
.sujud sahwi
.doa waktu sujud.
.istighfar dalam sholat
.shalat malam maximal 11-rakaat
.criteria mukim yang membuat shalat jama
.beda madzab
.melakukan gerakan lain di dlm sholat
ARTIKEL TOGA
Anggun J 11
-
▼
2014
(113)
-
▼
Mei
(69)
- Shalat Tahajud = Sholat Tarawih?
- Qunut Witir Pada Ramadhan
- Sujud Sahwi
- Doa Waktu Sujud
- Istighfar Dalam Sholat
- Shalat Malam Maximal 11 rakaat
- Kriteria Mukim Yang Membuat Shalat Jama` Qashar Su...
- beda madzab
- melakukan gerakan lain di dlm sholat
- Shalat sunnah ba'da ashar
- sholat Isya & tahajud
- niat sholat sunnah sebelum sholat subuh
- Sholat Tasbih
- Sholat Dhuha
- shalat sunah fajar
- Menuju shalat Khusyu
- Menghilangkan Riya', 'Ujub, dan Sum'ah
- Mengganti Sholat bagi Orang yang Telah Meninggal D...
- Menafsirkan Al-Qur’an dengan Ilmu Modern
- LUASNYA NERAKA !!!
- Kurban Untuk Orang Tua yang Telah Meninggal : Bisa...
- Kesalahpahaman Seputar Doa dan Ruqyah
- Hewan yang Diharamkan dalam Hadits Nabawi
- Tujuh Keajaiban Dunia (versi Islam)
- Tawasul Yang Boleh Dan Yang Tidak Boleh
- Sebutan ‘Almarhum’ Untuk Orang yang Meninggal
- Keajaiban Apa Saja Yang Dimiliki Rasullah Nabi Muh...
- Kapan Suatu Dosa Menjadi Besar
- Kajian Aqidah,Fitnah Kuburan Malapetaka Umat
- Jaminan Masuk Surga bagi Setiap Muslim
- Ilmu Nujum yang Dilarang dan Dibolehkan
- Pengumuman
- Kumpulan Doa 2
- Doa Harian 1
- Al Kursy dan Al Arsy Itu Nyata atau Kiasan
- Betulkah “Alam Telah Berkehendak
- Mengenal dimana allah
- Apakah Perkataan Shahabat Bisa Dijadikan Hujjah
- Bagaimana Jin Masuk Ke Tubuh Manusia
- Benarkah Ada Makhluk yang Mengatur Alam Ini
- Benarkah Rasulullah Diciptakan Dari Cahaya
- Benarkah Ungkapan ‘Khalifah Allah’ untuk Manusia
- Bidahnya Dzikir dengan Alat Tasbih
- Bolehkah Bersumpah dengan Al Qur’an?
- Doa Berjamaah Setelah Shalat
- Fatwa Ulama Seputar Nasyid
- Hukum Akad Nikah Ketika Sedang Haidh
- Hukum Meminta Bantuan Jin dan Perinciannya
- Hukum Meminta Tolong Jin Untuk Mengetahui Penyakit
- Hukum Menyingkat Lafazh Shalawat
- Hukum Bedah Cesar Secara Paksa
- Hari-hari Dilarang untuk Berbekam
- Bolehkah Terapi Kesehatan dengan Musik?
- Bolehkah Berobat dengan Arak
- Bolehkah Ber-KB untuk Kepentingan Tarbiyah Anak
- Bolehkah Aborsi Janin yang Cacat
- Apakah Berobat Menafikan Tawakkal
- Antara Ruqyah dan Pengobatan Medis
- Alkohol dalam Obat dan Parfum
- Akhlak Orang Sakit Terhadap Keluarga dan Saudaranya
- Adab Ketika Sakit
- Batilnya Aqidah Reinkarnasi
- Bagaimana Jin Masuk Ke Tubuh Manusia?
- Apakah Perkataan Shahabat Bisa Dijadikan Hujjah?
- Apakah Jilbab Harus Berwarna Hitam?
- Mengenal dimana allah
- Al Kursy dan Al Arsy Itu Nyata atau Kiasan?
- Adzan Di Telinga Bayi
- 1000 Dalil Menyatakan Allah Di Atas Langit
-
▼
Mei
(69)