Apakah Perkataan Shahabat Bisa Dijadikan Hujjah



 Posted by Suprapto
Syaikh Al-’Utsaimin ghafarallahu lahu ditanya: Di antara dasar-dasar yang dijadikan rujukan oleh penuntut ilmu adalah ucapan-ucapan para shahabat. Apakah ucapan para shahabat dapat dijadikan hujjah (dalil) yang dapat diamalkan?
Beliau rahimahullah menjawab:
Tidak diragukan lagi, ucapan seorang shahabat lebih dekat kepada al-haq dibandingkan ucapan yang lainnya. Ucapan seorang shahabat merupakan hujjah (bisa dijadikan hujjah) dengan dua syarat:
1. Tidak menyelisihi nash Al-Qur’an As-Sunnah.
2. Tidak menyelisihi ucapan shahabat lainnya.
Jika ucapan shahabat tersebut menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka hujjah yang benar terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan ucapannya termasuk kekeliruan yang akan diampuni.
Jika ia menyelisihi ucapan shahabat lainnya, maka harus diteliti pendapat yang lebih kuat dari kedua orang shahabat tersebut. Shahabat yang pendapatnya lebih kuat maka pendapat tersebutlah yang berhak diikuti.
Cara pentarjihan (penentuan pendapat yang lebih kuat) diketahui dari kondisi shahabat yang bersangkutan dan ucapan shahabat yang dekat dengan kaidah-kaidah umum di dalam syari’at atau semisalnya. Namun apakah hukum ini bersifat umum untuk semua shahabat atau khusus terbatas pada Khulafaur Rasyidin ataukah sebatas Abu Bakar dan Umar saja?
Adapun ucapan Abu Bakar dan Umar, tidak diragukan lagi, ucapan mereka berdua merupakan hujjah dengan dua syarat di atas. Ucapan mereka lebih kuat daripada selain mereka, apabila ucapan yang lainnya menyelisihi (ucapan) mereka berdua. Ucapan Abu Bakar lebih kuat daripada ucapan Umar.
At-Tirmidzi telah meriwayatkan dari hadits Hudzaifah bin Yaman, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ikutilah oleh kalian sepeninggalku dua orang yaitu Abu Bakar dan Umar.” [1]
Dalam Shahih Muslim dari hadits Abi Qatadah dalam kisah tidur mereka dari shalat (sehingga mereka terlambat menunaikan shalat). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jika mereka mentaati Abu Bakar dan Umar, niscaya mereka akan mendapati petunjuk.” [2]
Dalam Shahih Bukhari dalam Bab: Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Umar bin Khaththab berkata: “Mereka berdua adalah dua orang yang diikuti. Yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” [3]
Adapun Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum selain mereka berdua disebutkan dalam kitab Sunan dan Musnad dari hadits Al-Irbadh bin Sariyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wajib atas kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah para khalifah sesudahku yang terbimbing lagi mendapatkan hidayah. Berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian.” [4]
Manusia yang paling utama dengan sifat ini adalah empat Khulafaur Rasyidin, maka ucapan mereka merupakan hujjah. Adapun shahabat selain mereka yang dikenal keilmuan dan lamanya bershahabat dengan Nabi, maka ucapannya adalah hujjah. Adapun selain ini, maka hal itu masih diperselisihkan.
Ibnul Qayyim pada permulaan kitab beliau (I’lamul Muwaqi’in) berkata, “Bahwa fatwa seorang imam dilandasi atas lima prinsip yang di antaranya adalah fatwa-fatwa para shahabat dan para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini. Namun yang banyak atau yang lazim adalah harus ada dalil yang merajihkan ucapannya atau yang menyelisihinya, maka ia beramal dengan dalil tersebut.”
__________________
[1] HR. At-Tirmidzi (3662), dan Ibnu Majah (97).
[2] HR. Muslim dalam Kitabul Masajid Bab: Qadlaush Shalatil Faatiah.
[3] HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Hajj Bab: Kiswatul Ka’bah dan dalam Kitabul I’tisham Bab: Iqtidal bi Sunani Rasulullah shallallahu ‘alaihi