Kesalahpahaman Seputar Doa dan Ruqyah



Posted by  Sprapto
Banyak orang sakit yang justru meninggalkan doa dan ruqyah yang disyariatkan, karena alasan-alasan tertentu dan kesalahpahaman. Atau adakalanya mereka berobat dengan doa dan ruqyah hanya untuk beberapa saat saja, lalu meninggalkannya sama sekali. Berikut ini akan kami sebutkan beberapa kesalahpahaman mengenai masalah ini, beserta uraian jawabannya.
Pertama: Anggapan bahwa seseorang telah banyak berdoa, namun dia tidak melihat pengaruh dan hasil doanya itu.
Jawabannya, justru terburu-buru itulah yang menghalangi pengabulan doa, sebagaimana yang sudah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah. [1]
Maka wahai saudaraku, engkau tidak boleh terburu-buru mengharapkan pengabulan doa dan jangan jemu dalam berdoa. Tunggulah pengabulan itu, dan janganlah mengharuskan gambaran tertentu dari pengabulan doa terhadap Rabbmu. Serahkan masalah ini kepada-Nya, karena Dia lebih mengetahui mana yang terbaik bagimu. Dia lebih menyayangimu daripada dirimu sendiri. Boleh jadi pengabulan doa itu berupa kejahatan dan mudharat yang dijauhkan Allah darimu, atau boleh jadi Allah menyimpan kebaikan di akhirat bagimu, dan ini lebih baik bagimu daripada pahala yang diberikan kepadamu di dunia, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits Abu Sa’id. [2]
Wahai saudaraku! Bertanyalah kepada dirimu sendiri, apabila ada seseorang yang berjanji kepadamu, sementara dia mampu mewujudkan janjinya, dapat dipercaya tidak berdusta dan tidak mengingkari janjinya, sekalipun pemenuhan janji itu agak terhambat? Jika kepercayaan ini bisa engkau berikan kepada makhluk yang lemah, maka kepercayaan itu jauh lebih layak diberikan kepada Allah. Karena di tangan-Nyalah segala urusan yang sulit, yang mampu menangani segala sesuatu, yang tidak pernah mengingkari janji-Nya, yang telah berjanji untuk mengabulkan doamu. Maka engkau harus percaya dan pasrah kepada-Nya.
Kemudian doa itu sendiri adalah ibadah dan taqarrub yang menghasilkan pahala. Jadi seperti apapun keadaanmu, engkau masih tetap beruntung.
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Doa itu adalah ibadah.” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzy) [3]
Sesudah itu beliau membaca ayat,
“Dan Rabb kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian.’ Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin: 60)
Sehingga Ibnu Hibban membuat bab tersendiri mengenai masalah ini, yaitu penjelasan bahwa doa seseorang kepada Rabb-nya dalam berbagai kondisi, termasuk ibadah yang dapat mendekatkannya kepada Allah.
Makna hadits ini sebagaimana yang disebutkan para ulama, bahwa doa adalah bagian terbesar dari ibadah, sebagaimana sabda beliau, “Haji itu adalah Arafah.” Dengan kata lain, sebagian besar rukun-rukun haji adalah wuquf di Arafah.
Menurut Al-Mubarakfury, sabda beliau “Adalah ibadah”, maksudnya adalah ibadah yang sesungguhnya, yang memang layak disebut ibadah, karena keadaannya yang menghadap kepada Allah dan berpaling dari selain Dia, sehingga dia tidak mengharap dan tidak takut kecuali kepada-Nya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia bagi Allah selain dari doa.” (Ditakhrij At-Tirmidzy dan Al-Hakim. Hadits hasan)
Artinya, tidak ada sesuatu yang lebih utama di sisi Allah selain dari doa. Sebab di dalamnya terdapat penampakan kebutuhan, kelemahan, kepasrahan dan pengakuan terhadap kekuatan Allah, kekuasaan, kekayaan dan kebutuhan terhadap-Nya.
Kedua: Anggapan bahwa seseorang banyak dosanya dan melampaui batas, sehingga doanya tidak layak dikabulkan dan tak ada gunanya untuk berdoa.
Jawabannya, kalau pun permintaan serupa masih bisa disampaikan kepada makhluk, maka permintaan itu lebih layak disampaikan kepada Khaliq. Sebab Allah Maha Pengasih terhadap hamba-Nya, lebih penyayang dari siapapun, lebih sayang daripada orang tuamu dan bahkan lebih sayang daripada dirimu sendiri. Allah sudah biasa memperlakukan dirimu dengan karunia dan rahmat-Nya. Nikmat apapun yang ada padamu berasal dari karunia dan rahmat-Nya. Andaikata Dia tidak memperlakukanmu dengan keadilan-Nya, tentu engkau akan mengalami kehancuran. Jadi engkau harus berbaik sangka kepada Rabb-mu. Engkau harus melihat keagungan kemurahan dan rahmat-Nya. Sekalipun engkau durhaka dan berdosa, toh ampunan-Nya masih tersedia bagimu. Di antara gambaran rahmat Allah ialah Dia mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya, seperti apa pun keadaannya. Firman-Nya,
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan?” (An-Naml: 62)
Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya, siapakah yang bisa dijadikan sandaran oleh orang yang dalam kesulitan kecuali Dia?”
Menurut Ibnu Abbas, makna al-mudhtharru di ayat ini adalah orang yang mendapat kesulitan.
Menurut Sahl bin Abdullah, maksudnya adalah orang yang mengangkat tangannya kepada Allah seraya berdoa, sedang dia tidak mempunyai amal ketaatan yang dapat dijadikan sarana.
Menurut Az-Zamakhsyary, maksudnya adalah orang sakit, orang miskin atau orang yang mendapat musibah, yang perlu bersandar dan pasrah kepada Allah.
Menurut Al-Alusy, maksudnya Allah menyingkirkan keburukan yang menimpa manusia.
Menurut sebagian yang lain, bahwa setiap orang yang mendapat kesulitan, maka doanya akan dikabulkan selagi dia berdoa dan pahala doanya akan dikembalikan kepadanya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebab doa adalah permintaan sesuatu. Jika permintaan itu tidak dikabulkan sekaligus pada waktu itu, maka pengabulannya ditangguhkan. Jika permintaan itu dikabulkan sekaligus, boleh jadi sesudah itu dia tidak diberi lagi.
Menurut Al-Qurthuby, Allah menjamin pengabulan doa orang yang dalam kesulitan selagi dia berdoa kepada-Nya. Sebab kepasrahan kepada-Nya akan menghasilkan ketulusan dan membersihkan hati dari hal-hal selain Allah. Jadi, ketulusan atau keikhlasan merupakan jaminan, yang bisa berasal dari orak mukmin maupun kafir, orang taat atau durhaka, sebagaimana firman-Nya,
“Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur’.” (Yunus: 22)
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al-Ankabut: 65)
Allah mengabulkan doa mereka tatkala mereka berada dalam bahaya dan kesulitan, selagi mereka ikhlas, sekalipun Allah juga tahu bahwa mereka akan kembali kepada kekufuran dan kemusyrikannya. Dia mengabulkan karena ada bahaya dan keikhlasan.
Jika Allah mengabulkan doa orang musyrik tatkala mendapat bahaya atau kesulitan, maka pengabulan-Nya bagi orang mukmin jauh lebih utama. Maka dari itu Abu Sufyan bin Uyainah berkata, “Janganlah kalian meninggalkan doa selagi kalian tahu siapa dirimu. Allah mengabulkan permintaan iblis, padahal iblis adalah makhluk yang paling jahat.”
Allah berfirman tentang permintaan iblis ini,
“Iblis berkata, ‘Ya Rabbku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh’.” (Shad: 79-80)
Seseorang mendatangi Malik bin Dinar, seraya berkata, “Demi Allah, aku meminta agar engkau berdoa bagiku, karena aku dalam kesulitan.”
Dia berkata, “Berdoalah sendiri, karena Allah mengabulkan orang yang dalam kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya.”
Dari Abdullah bin Abu Shalih, dia berkata, “Ali bin Thawus masuk ke rumahku tatkala aku sakit untuk menjengukku. Lalu kukatakan kepadanya, ‘Berdoalah kepada Allah bagiku wahai Abu Abdurrahman.”
Dia berkata, “Berdoalah sendiri, karena Allah mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan jika dia berdoa.”
Ketiga: Anggapan bahwa yang sakit adalah fisiknya. Padahal doa dan ruqyah hanya berlaku bagi penyakit-penyakit jiwa, batin, karena sihir dan lain-lainnya. Sedangkan sakit fisik tidak bisa diobati kecuali dengan obat-obatan.
Jawabannya, segala penyakit datang dari ketentuan Allah. Dialah yang menetapkan terjadinya penyakit jiwa maupun penyakit fisik. Dialah yang menghilangkan penyakit itu dan mencegahnya. Tak seorang pun dan tak ada satu obat pun yang bisa menghilangkan penyakit kecuali jika dikehendaki dan ditetapkan Allah. Masalah ini telah diuraikan di atas. Bacaan Al-Qur’an, ruqyah dan doa-doa yang ada merupakan penyebab kesembuhan yang paling ampuh untuk segala jenis penyakit. Firmannya:
“Dan, Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82)
“Katakanlah, ‘Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman’.” (Fushilat: 44)
Asy-Syinqithy berkata, “Keberadaan Al-Qur’an sebagai penawar, berlaku bagi berbagai penyakit hati, seperti keragu-raguan, kemunafikan dan lain-lainnya, juga berlaku bagi berbagai penyakit fisik jika dibacakan, seperti yang ditunjukkan kisah orang yang mengobati orang lain dengan bacaan Al-Fatihah.”
Perhatikan bagaimana Allah menyembuhkan nabi Ayyub, setelah beliau dikungkung penyakit selama delapan belas tahun. Beliau berdoa kepada Allah, lalu Allah mengenyahkan penyakitnya. Allah berfirman,
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Rabbnya, ‘(Wahai Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya.” (Al-Anbiya’: 83-84)
Di bagian terdahulu sudah diuraikan, bahwa kebanyakan penyakit yang bisa disembuhkan dengan doa dan ruqyah adalah penyakit-penyakit fisik. Penyakit-penyakit ini bisa disembuhkan karena dengan ruqyah yang dibacakan kepada orang yang sakit.
Di bagian terdahulu juga telah disampaikan perkataan Ibnul Qayyim, “Aku pernah menetap beberapa lama di Makkah, dirundung beberapa penyakit, sementara tidak kudapatkan tabib dan obat. Maka aku mengobati diriku sendiri dengan bacaan Al-Fatihah. Maka kulihat pengaruhnya yang amat menakjubkan. Hal ini kuceritakan kepada siapapun yang ditimpa penyakit dan banyak di antara mereka yang cepat sembuh.”
Berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa doa dan ruqyah yang bisa menyembuhkan penyakit dengan berbagai macam jenisnya, amat banyak. Bahkan di antaranya ada penyakit yang sudah kronis, yang tidak mungkin ditangani lagi oleh ilmu medis modern, seperti penyakit kanker dan berbagai penyakit yang sulit diobati.
Syaikh Abdullah bin Muhammad As-Sadlan, yang seringkali mengobati orang sakit dengan ruqyah, berkata, “Alhamdulillah, banyak penyakit yang sulit diobati, bisa disembuhkan dengan bacaan-bacaan, seperti penyakit kanker, liver, batuk musiman dan lain-lainnya. Kesembuhan dari semua penyakit ini berkat karunia dari Allah.”
Seorang rekan yang biasa mengobati dengan ruqyah menurut syariat bertutur kepada kami, bahwa dia sudah mengobati sekian banyak pasien dengan ruqyah, dan akhirnya Allah mengaruniai kesembuhan secara total. Padahal penyakit mereka bermacam-macam, di antaranya adalah jenis-jenis penyakit yang sulit diobati, seperti penyakit kanker rahim, gagal ginjal, kurang subur, kekurangan darah dan lain-lainnya. Kisah mengenai pengobatan dengan menggunakan ruqyah menurut syariat ini cukup terkenal di masyarakat. Maka ada baiknya jika engkau juga mengobati dirimu sendiri dengan ruqyah itu, di samping berobat dengan obat-obat yang diperbolehkan.